Makassar — KOPRI PKC PMII Sulawesi Selatan menunjukkan langkah nyata dalam memperjuangkan hak-hak perempuan dengan menggandeng DPRD Provinsi Sulawesi Selatan. Melalui pertemuan resmi bersama Ketua Komisi B DPRD, Andi Irma (23/6/2025) KOPRI menyampaikan rencana menggelar Forum Group Discussion (FGD) sebagai tahap awal penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang perlindungan dan pemberdayaan perempuan.
“Kekerasan terhadap perempuan terus meningkat, dan partisipasi kerja perempuan masih tertinggal jauh dibanding laki-laki. Lebih dari itu, banyak kasus yang kami temukan belum memiliki payung hukum dalam bentuk Perda, dan tidak tercakup secara spesifik dalam Undang-Undang TPKS. Maka FGD ini akan menjadi langkah awal perumusan regulasi yang berpihak,” tegas Wahyuni, Ketua KOPRI PKC PMII Sulsel.
Silaturahmi strategis ini disambut positif oleh Ketua Komisi B DPRD Sulsel, Andi Irma. Ia menyatakan dukungan penuh terhadap langkah KOPRI. “Kami di DPRD, terutama dari kalangan perempuan, sangat mengapresiasi upaya advokatif semacam ini. Adik-adik KOPRI luar biasa, karena tidak hanya bersuara, tapi juga sudah sampai pada tahap pendampingan hukum dan inisiatif kebijakan,” ujarnya.
Dukungan serupa datang dari Anggota Komisi B, Marji Rumpak, yang mendorong KOPRI agar menginstruksikan cabang-cabangnya untuk membentuk posko pengaduan di daerah. “Posko ini penting sebagai jembatan bagi korban yang ingin melapor, tapi masih takut atau tak tahu harus ke mana. Kita perlu membuka ruang-ruang aman bagi perempuan,” kata Marji.
Dalam forum tersebut, KOPRI juga mengungkap kasus-kasus yang mencerminkan urgensi penguatan regulasi daerah. Sekretaris II KOPRI, Rohani, menyampaikan temuan kasus pemaksaan pernikahan dini dan pemalsuan usia di Jeneponto. Sementara Sekretaris Umum, Nur Jamilah, mengungkap bahwa timnya di Parepare sering menangani kasus kekerasan, namun minim dukungan dari pemerintah setempat, membuat pendampingan tidak berjalan maksimal.
Dengan dukungan dari DPRD Provinsi, KOPRI PKC PMII Sulsel menegaskan komitmennya untuk tidak hanya menyuarakan masalah, tetapi juga menginisiasi solusi. Mendorong regulasi yang berpihak pada perempuan menjadi langkah penting agar perlindungan hukum tidak berhenti di atas kertas, melainkan terasa nyata di kehidupan perempuan di akar rumput. (kpr)