PAREPARE — Pada momentum Harlah KOPRI ke-58 yang diselenggarakan oleh KOPRI PC PMII Kota Parepare, hadir Sekretaris Umum KOPRI PKC PMII Sulawesi Selatan, Nur Jamilah Ambo, yang didaulat menjadi Dewan Pertimbangan Ruang Aman Perempuan (Raper) Parepare, ia juga sebagai demisioner Ketua KOPRI Kota Parepare 2023-2025.
Kehadirannya bukan sekadar seremoni tetapi membawa tujuan besar, yaitu sosialisasi fitur digital “Satuan Pengaduan Aman (SAPA) KOPRI,” sebuah terobosan baru dalam sistem laporan kasus kekerasan dan pelecehan seksual berbasis digital yang bisa diakses seluruh perempuan di Sulawesi Selatan, termasuk Parepare.
Dalam sambutannya, Nur Jamilah Ambo menyampaikan “KOPRI PKC PMII Sulawesi Selatan memiliki website resmi bernama gemakopri.or.id. Di dalamnya terdapat fitur bernama ‘Satuan Pengaduan Aman (SAPA KOPRI)’. Fitur ini bertujuan menampung semua aduan dari penjuru Sulawesi Selatan, termasuk Parepare. Siapapun yang merasa menjadi korban pelecehan dapat melaporkan kasus melalui SAPA KOPRI dan akan kami tindaklanjuti melalui pengurus cabang masing-masing, termasuk Kota Parepare melalui Raper.”
SAPA KOPRI disebut sebagai instrumen digital advokasi, yang nantinya dapat dimanfaatkan oleh Raper Parepare untuk memantau dan mendapatkan informasi kasus tanpa harus menunggu laporan manual.
Nur Jamilah menambahkan bahwa SAPA KOPRI telah disosialisasikan ke UPT Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Sulawesi Selatan, dan akan segera dilanjutkan dengan MoU agar seluruh cabang KOPRI di Sulawesi Selatan dapat berkoordinasi langsung dengan DP3A di daerah masing-masing.
Nur Jamilah juga menyampaikan kondisi Raper saat ia menjabat Ketua Kopri di Parepare, “Raper di masa saya, aktif mengawal kasus, namun tidak semua kami publikasikan karena menjaga nama baik pelaku dan mental korban.” tambah Jamilah.
Ketua RAPER Parepare, Sera Anggraini, merespon positif arahan dari KOPRI PKC Sulsel “Kami menyambut hangat SAPA KOPRI dari KOPRI PKC Sulsel, mengingat banyak korban di Parepare sulit untuk speak up karena takut namanya diketahui sebagai korban. Dengan adanya SAPA KOPRI, kami harap tidak ada lagi korban yang takut berbicara” ungkap Sera.
Respons ini menunjukkan bahwa SAPA KOPRI sebagai fitur digital, bisa menjadi jembatan kepercayaan bagi korban, sekaligus bukti bahwa teknologi juga dapat menjadi alat perjuangan perempuan.
Harlah KOPRI ke-58 di Parepare menjadi ruang pertemuan antara harapan dan strategi. Sosialisasi SAPA KOPRI menandai fase baru: advokasi tidak lagi hanya berbasis diskusi, tetapi berbasis sistem.
KOPRI PC PMII Parepare dan KOPRI PKC Sulsel kini memulai babak baru — mengawal kasus tidak hanya dengan suara, tetapi dengan data. Tidak hanya dengan keberanian, tetapi juga dengan perlindungan yang sistematis. (kpr)