Skip to Content

Sinergi DP3A, DPRD, dan Akademisi Sulsel Bahas Regulasi Pro-Perempuan dan Anak di FGD KOPRI Sulsel

July 5, 2025 by
Sinergi DP3A, DPRD, dan Akademisi Sulsel Bahas Regulasi Pro-Perempuan dan Anak di FGD KOPRI Sulsel
Korps PMII Putri Sulawesi Selatan
| No comments yet

Makassar — Pasca sesi pembukaan FGD yang digelar Sabtu siang oleh KOPRI PKC PMII Sulsel, rangkaian acara berlanjut dengan pemaparan materi dari tiga narasumber multisektor. Ketiganya datang dari latar belakang berbeda namun satu suara dalam menegaskan pentingnya kebijakan yang berpihak pada perempuan dan anak di Sulawesi Selatan.

Hj. Andi Mirna, Kepala Dinas P3AP2KB Provinsi Sulawesi Selatan, membuka sesi materi dengan data serius. Ia memaparkan angka kekerasan perempuan dan anak yang masih tinggi selama 2019–2024, meski sempat turun namun tetap di atas seribu kasus per tahun. “Perempuan 52 persen penduduk Sulsel. Anak hampir sepertiga penduduk. Mereka tidak bisa lagi jadi objek pembangunan—mereka adalah subjek yang wajib dilindungi,” tegasnya.

Mirna juga membeberkan tantangan layanan perlindungan: masih minimnya rumah aman, kurang SDM terlatih di UPTD PPA, hingga keterbatasan anggaran untuk pendampingan korban. Ia mendorong pembaruan regulasi daerah, termasuk revisi perda lama yang tak lagi relevan, serta sinergi lintas sektor untuk membentuk sistem perlindungan yang lebih kuat.

Dilanjutkan oleh Andi Nirawati, Anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan. Ia menekankan pentingnya prinsip kebijakan publik yang partisipatif dan responsif gender dalam menyusun perda. “Regulasi tidak boleh hanya legal-formal. Harus berbasis bukti, partisipatif, dan menjawab kebutuhan nyata,” katanya.

Nirawati menjelaskan prinsip-prinsip kunci seperti keadilan gender, partisipasi masyarakat, transparansi, dan interseksionalitas. Ia juga membagikan strategi advokasi di DPRD: menyusun naskah akademik yang kuat, mengkampanyekan isu ke publik, melakukan lobbying, hingga pemetaan aktor penting untuk membangun kemitraan strategis.

Ia mencontohkan proses legislasi perda kesehatan ibu dan anak di Sulsel sebagai model tahapan yang bisa diadopsi untuk perda perlindungan perempuan dan anak. “Penting melibatkan masyarakat akar rumput dan penyintas agar perda kita tidak simbolik saja,” tambahnya.

Narasumber ketiga, Arif Maulana, menyoroti aspek hukum pembentukan perda. Ia mengupas dasar hukum mulai UUD 1945, UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, hingga Permendagri No. 80/2015. “Pemerintah daerah berhak menyusun perda sebagai instrumen melaksanakan otonomi. Tapi prosesnya harus taat asas: keadilan, kepastian, kemanfaatan,” jelasnya.

Arif memaparkan detail tahapan: perencanaan lewat Propemperda, penyusunan naskah akademik, pembahasan, penetapan, hingga pengundangan. Ia juga menekankan pentingnya naskah akademik yang solid dengan landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis. “Tanpa riset yang kuat, perda kita rawan gugur di uji materi. Dan yang lebih penting: bisa gagal menjawab masalah nyata,” pungkasnya.

Sesi materi FGD ini menegaskan bahwa isu perlindungan perempuan dan anak tidak bisa ditangani sepihak. Pemerintah, legislatif, akademisi, dan masyarakat sipil harus bekerja sama sejak tahap penyusunan regulasi.

KOPRI PKC PMII Sulsel sebagai penyelenggara berharap diskusi lintas sektor ini bisa jadi langkah awal menyusun rekomendasi kebijakan yang lebih berpihak, berbasis data, dan benar-benar dirasakan manfaatnya oleh perempuan dan anak di Sulawesi Selatan. (jml)


in News
Sinergi DP3A, DPRD, dan Akademisi Sulsel Bahas Regulasi Pro-Perempuan dan Anak di FGD KOPRI Sulsel
Korps PMII Putri Sulawesi Selatan July 5, 2025

Share this post

Our blogs

Archive

Sign in to leave a comment